Seorang professor yang
pikun terlambat memberi kuliah. Ia masuk ke dalam sebuah taksi dan berseru,
“Cepat! Ngebut!”
Di tengah-tengah aksi
ngebut itu, sang professor tiba-tiba ingat bahwa ia belum memberi tahu si sopir
kemana ia akan pergi. Ia bertanya kepada sopir, “Tahu kemana tujuan saya?”
Tidak, Pak,” kata
sopir, “tetapi saya sedang ngebut dan mengemudikan taksi ini secepat-cepatnya.”
Mungkin Anda tertawa
melihat kekonyolan professor pikun ini. Tapi tanpa disadari kitapun sering
melakukan hal serupa. Kita sibuk bekerja secepat-cepatnya dan sekeras-kerasnya.
Kita berlari dari satu meeting ke meeting yang lain. Kita sibuk menggenjot
penjualan, dan merancang berbagai strategi untuk membuat produk kita laku.
Penjualan, produksi, profit, dan target adalah kosa kata kita sehari-hari.
Sebagai professional kita memang dibayar untuk itu.
Namun kesibukan
bekerja seringkali membuat kita lupa merenungkan arti hidup ini. Kita bergerak
begitu saja, secepat-cepatnya. Kita tidak tahu apakah yang kita lakukan ini
sesuatu yang genting (urgen) atau penting. Kesibukan membuat kita lupa apakah
kita hidup untuk bekerja atau bekerja untuk hidup. Kita tidak sempat
merencanakan dan mengatur hidup kita. Kita membiarkan orang lain atau situasi
mengaturnya untuk kita. Banyak orang yang membiarkan hidupnya mengalir seperti
air. Mereka lupa bahwa air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Padahal hidup akan
terasa indah kalau kita sendiri yang menjadi sutradaranya, bukan orang lain,
bukan bos Anda, bukan klien Anda, bukan pula target Anda. Andalah – bukan
siapa-siapa – yang menentukan nasib Anda sendiri. Jack Welch, mantan CEO
General Electric yang legendaris itu pernah merumuskannya dalam bahasa yang
singkat namun cukup menohok, ”Create Your Own Destiny or Someone Else Will!”
Lupa merencanakan
tujuan hidup kita adalah seperti mendaki gunung Bromo. Anda mempersiapkan bekal
yang cukup dan melakukan pendakian dengan hati-hati. Anda selamat sampai ke
puncak gunung dan baru menyadari bahwa yang Anda daki bukanlah gunung Bromo
tetapi gunung Salak. Anda juga bisa mendaki karir Anda sampai ke puncak untuk
kemudian menyadari bahwa Anda berada di jalur salah. Anda bisa saja sangat
sukses dalam pekerjaan tetapi jauh di lubuk hati Anda, Anda merasakan kesepian
dan kehampaan. Anda tidak menikmati apa
yang Anda lakukan.
Kebahagiaan dalam
hidup ini akan dapat Anda raih bila Anda melakukan sesuatu yang benar-benar
Anda nikmati. Ada cerita mengenai seorang eksekutif muda yang bekerja di bidang
telekomunikasi. Ia punya rumah besar, mobil yang mewah dan menikmati berbagai
fasilitas sebagai eksekutif papan atas. Suatu ketika ia berjumpa kawan lamanya
yang menanyakan apa yang penting baginya. Pertanyaan ini cukup mengejutkan
karena sepanjang hidupnya ia tak pernah memikirkan hal itu. Namun setelah
didesak keluarlah beberapa hal yang menurutnya penting. Ia menyebutkan
mimpi-mimpi dan segala hal yang ingin dilakukannya. Ternyata tak satupun yang
ada hubungannya dengan pekerjaannya.
Kawannya kemudian
bertanya, ” Lalu, apa kamu bahagia?” Eksekutif muda ini menjawab, ”Tidak.”
”Tapi kamu sukses kan?” sambung kawannya. Ia tak menjawab. Dari matanya nampak
bahwa pikirannya sedang menerawang.
Ternyata obrolan
singkat itu membuat eksekutif muda ini merenungkan hidupnya. Ia mulai berpikir
apakah ia sedang melakukan apa yang benar-benar ingin ia lakukan dalam
hidupnya. Ternyata tidak. Maka iapun mengundurkan diri dari pekerjaannya dan
mulai melakukan hal-hal yang sungguh ia sukai. Sejak dulu sebenarnya ia sangat
suka bekerja dengan kayu. Ia kemudian memulai perusahaan kontraktor. Dan yang
terpenting, ia benar-benar bahagia
dengan apa yang ia lakukan.
Kebahagiaan memang tidak
sama dengan kesuksesan. Anda hanya bisa bahagia kalau Anda melakukan apa yang
Anda inginkan. Anda hanya bisa bahagia kalau Anda menjadi sutradara terhadap
kehidupan Anda sendiri. Dan itu semua harus dimulai dengan melakukan perenungan
mengenai apa yang penting bagi Anda sendiri. Apa yang penting bagi kita bisa
sangat berbeda dengan apa yang penting bagi orang lain.
Ada sebuah cerita
menarik mengenai seorang eksekutif yang tengah berlibur di sebuah desa. Suatu
siang ia berjumpa dengan seorang nelayan yang sedang asyik bermain dengan kedua
anaknya. Eksekutif ini bertanya kenapa si nelayan tak bekerja lebih keras,
padahal hidupnya masih kekurangan. “Katakan, apa yang dapat saya lakukan!” ujar
nelayan. “Belilah kapal yang lebih besar!” kata si eksekutif. “Dengan demikian
Anda bisa menangkap ikan lebih banyak”.
Nelayan kembali bertanya, “Dengan ikan yang lebih banyak, apa yang dapat
saya lakukan?” “Juallah ke kota, Anda akan mendapat uang banyak,” lanjut si
eksekutif. “Dengan uang itu, Anda dapat
membangun rumah yang bagus dan menyekolahkan anak-anak sehingga menjadi orang
yang pintar. Nah, dengan semua yang kau miliki itu kau akan sangat berbahagia.”
Mendengar hal itu si nelayan tertawa terbahak-bahak, “Kalau kebahagiaan yang
saya cari, buat apa repot-repot. Sekarangpun saya sudah sangat bahagia!”
Kebahagiaan yang kita cari bukan sekedar kesuksesan. Tapi banyak hal yang harus dilakukan. Banyak sekali kejadian orang yang sukses melupakan keluarganya, padahal di Al-Qur'an, kita diwajibkan merawat orang tua kita. Adalagi kasus orang yang sukses tapi hanya dunianya saja tidak untuk akhiratnya, yakni orang yang hanya mementingkan kehidupannya di dunia tapi tidak pernah mau untuk bersyukur kepada Allah SWT. Saya berpesan, bahagiakanlah orang-orang disekitarmu sebelum membahagiakan kehidupanmu.
Posted by
05.08
and have
, Published at