Hari yang berlalu semakin cepat kulalui. Namun kunikmati saja dengan secangkir kopi dan sebatang rokok yang kuhisap. Bersama teman-teman kuliah yang kece-kece (hahaha), nongkrong di depan rumah kontrakan kami sambil godain cewek yang lewat depan kami. Yah memang nasib jomblo.
Selera
tiap orang dalam menikmati kopi berbeda-beda. Apakah itu kopi hitam, kopi ijo, kopi susu,
coffee latte, capuccino, kopi tubruk, dan lain-lain. Ada juga penikmat kopi
panas ataupun dingin, kopi pahit atau manis. Semua tergantung selera
masing-masing. Yang pasti, pada dasarnya kopi memiliki aroma dan rasa yang
khas, tidak terpengaruh oleh cangkir atau gelasnya.
Saat
browsing, aku sempat membaca artikel tentang kopi di sebuah blog. Di artikel
itu si penulis bercerita mengenai filosofi kopi. Ketika orang-orang dipersilakan
untuk memilih cangkir kopi yang akan mereka gunakan, mereka cenderung memilih
cangkir yang bagus. Sementara yang tersisa adalah cangkir yang murahan dan
tidak menarik. Memilih hal yang terbaik adalah hal
yang wajar dan manusiawi. Persoalannya, ketika tidak mendapat cangkir yang
bagus maka perasaan akan terganggu. Secara otomatis kita
akan membandingkan cangkir yang kita pegang dengan cangkir orang lain. Pikiran
terfokus pada cangkir, padahal yang kita minum adalah kopinya.
“Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi
seberapa bagus kualitas kopinya. Hidup kita seperti kopi. Cangkirnya adalah
pekerjaan, jabatan, dan harta yang kita miliki”
Kita terlalu sibuk melihat
“cangkir” orang lain, padahal kita sedang meminum “kopi” yang sama. Kualitas
hidup seharusnya bukan berdasakan seberapa tinggi jabatan dan seberapa banyak
harta yang kita miliki. Selama bisa mensyukuri apa yang kita miliki, tidak akan
pernah ada kata kekurangan ataupun protes apalagi korupsi. Semoga para pejabat
yang menduduki kursi jabatan tinggi negeri ini mengerti akan filosofi kopi
sehingga bisa selalu bersyukur dan tidak ada lagi korupsi di negeri kita
tercinta, Indonesia.
Salam damai :)
Posted by
13.09
and have
, Published at